Contoh
Feature Sejarah
Tradisi
Erlau-Lau/Ndilo Wari Udan (Memanggil Hujan) Dalam Suku Karo
"Dirr
Ko Wari" begitu teriakan warga biasanya sembari memercikkan air kepada
siapa saja disekitarnya. Kalimat dalam bahasa Karo itu bisa diartikan sepintas,
deraslah hujan menghiasi hari. Tradisi erlau-lau (lau dalam bahasa Karo
bermakna Air) merupakan bagian dari ritual budaya untuk memanggil hujan.
Ekspresi pengharapan masyarakat Karo pada Sang Maha Memberi agar mereka
mendapatkan curahan hujan ditengah kemarau yang panjang.
Tradisi
Erlau-Lau/Ndilo Wari Udan ini berasal dari desa Ajinembah,Tradisi ini berawal
dari sepasang suami istri yang berasal dari desa Barus pindah ke desa
Ajinembah. Di
daerah dataran tinggi yang mengandalkan pertanian sebagai pencaharian berharap
banyak pada hujan. Namun ketika itu kemarau panjang datang. Hujan tak kunjung
datang dan banyak tanaman masyarakat kampung gagal panen. Sehingga masyarakat
di kumpulkan oleh penghulu kampung di jambur.
Guru Sibaso atau “orang
pintar” menjadi sosok yang dinantikan untuk memecahkan masalah karena dia
dianggap mampu mendatangkan hujan melalui keilmuannyaTak perlu menunggu lama,
malam itu juga Guru Sibaso dihadirkan. Seperti biasa, masayarakat terlebih
dahulu akan bertanya mengapa kemarau panjang begitu tak kompromi sehingga
menyusahkan masyarakat desa itu.
Dengan kemampuannya
berkomunikasi dengan dunia lain, Guru Sibaso akhirnya berucap: “Ada sepasang
suami istri yang kawin sumbang (sedarah) di kampung ini, karena itulah hujan
tak kunjung datang dan sial akan terus menimpa desa ini,“ katanya. Kecurigaan
langsung mengarah pada pendatang baru, sejoli dari Barus. Kecurigaan yang liar
membuat mereka memaksa penghulu untuk mengusir Kalak Barus tersebut. Penghulu
Kampung yang bijaksana dan welas asih sangat bersedih, mengingat pasangan
tersebut sangat baik hatinya dan sakti pula kemampuannya. Namun atas permintaan
rakyatnya, Penghulu akhirnya meminta Kalak Barus tersebut meninggalkan
Ajinembah.
Pada
saat itu pula pasangan suami istri dari Barus itu diusir dari desa Ajinembah. Tak banyak yang
bisa dilakukan Kalak Barus ini. Tidak untuk menangkal apa yang mereka tuduhkan,
tidak juga membela diri. Mereka hanya harus pergi. Tanpa meninggalkan kesan
lebih buruk, pasangan ini sambil tersenyum datar berlalu. Namun sebelum
berlalu, Kalak Barus ini berbisik pada pengulu.“Jika kalian ingin hujan datang
ke kampung ini, maka semua masyarakat kampung harus mandi dan membasahi seluruh
kampung ini “ ujarnya kepada penghulu.Setelah kepergian suami istri tersebut
hujan tak kunjung dating,lalu penghulu pun langsung melaksanakan pesan yang
diberikan pasangan suami tersebut,lalu hujanpun dating.
Itulah
sekilas cerita singkat asal usul dari tradisi Erlau-Lau,yang pertama kali
dilaksanakan di desa Ajinembah. Tradisi
Erlau-Lau ini sampai sekarang masih
dilakukan setiap kampung apabila musim kemarau berkepanjangan. Tradisi ini
memiliki keunikan dimana setiap orang tidak bisa menyiram sembarangan
orang.Setiap wanita harus menyiram lelaki akan tetapi lelaki itu harus
mempunyai tutur impal(bisa menikah satu sama lain) dengan si perempuan dan
begitu juga sebaliknya. Setiap menyiram maka akan diucapkan “Dir Ko Wari”
dibarengi dengan musik tradisional Karo. Tidak hanya itu ada juga yang disebut
dengan “Palam”, setiap impal akan mempalam wajah impalnya secara diam-diam
sehingga si impal terkejut dan muka berubah menjadi jelek.Palam ini terbuat
dari pewarna baju,sehingga semua warga akan tertawa.
Dalam
pelaksanaan tradisi ini setiap warga tidak hanya menyiram impal mereka
masing-masing akan tetapi ada tradisi yang juga harus dijalankan,yaitu :
1.
Dihari pertama semua warga desa setempat
akan berkumpul dan bergerak menuju tanah leluhur yang disakralkan di desa itu
dan berdoa meminta hujan sambil saling menyirami antara laki-laki dan perempuan
yang bertutur impal.
2.
Di
hari kedua akan diadakan tarian Gundala-Gundala,Gundala-Gundala ini menari
menggunakan topeng yang telah dibuat khusus,lalu ditutupi dengan dedaunan
sehingga tertutup keseluruhan badan yang akan menari sebagai Gundala-Gundala.Semua
warga akan menari dengan Gundala-Gundala dan menyirami Gundala-Gundala tersebut
dan diiringi musik khas Karo,semua warga akan bersenang-senang sambil berkata “Dir
Ko Wari”
3.
Dihari
ketiga yaitu Lebo-Lebo,Lebo-Lebo ini hanya perempuan saja yang bisa
mengikutinya,laki-laki dilarang mengikuti tradisi ini,jadi tradisi ini khusus
perempuan. Semua perempuan akan berkumpulan di tempat mandi umum yang ada di kampong
tersebut lalu semua aliran air keluar akan ditutup sehingga air akan tertahan
di dalam,semua wanita akan duduk sambil bernyanyi LEBO-Lebo sambil menepukkan
tangan di dalam air.
Ketika tradisi ini dilakukan
semua warga yang ada di desa tersebut dilarang berpergian harus tetap berada di
desa untuk melaksanakan ritual tersebut,setiap warga yang mau pergi akan
dicegah dengan menyiramnya. Tradisi Erlau-Lau ini tidak hanya untuk memanggil
hujan,akan tetapi sebagai tempat bersenang-senang karena semua warga akan
menari bersama-sama sambil menyirami impal.Semua akan tertawa lepas seakan-akan
semua masalah akan hilang.
Suku Karo adalah salah satu suku
yang masih sangat kental dengan tradisi yang dimiliki,masih banyak tradisi suku
Karo. Mari lebih dekat mengenal seperti apa suku Karo itu.
Mantap..
BalasHapusSangat membantu
BalasHapussangat menarik
BalasHapusSangat menarik
BalasHapusYeyhhh 😍
BalasHapusMantap..
BalasHapusSangat menarik tradisinya